PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT
MUHAMMAD ABDUH
A. Riwayat Hidup Muhamad Abduh
Muhamad
Abduh dilahirkan pada tahun 1849 didesa mahallat nasr mesir. ayahnya
bernama Abduh Hasan Khoirullah berasal dari turki. Menurut riwayat
ibunya berasal dari bangsa arab yang silsilahnya sampai ke suku bangsa
Umar Bin Khatab.
Pendidikan
Muhamad Abduh di mulai dengan balajar menulis dan membaca di rumah
setelah beliau hapal kitab suci al-qur’an pada tahun 1863 ia di kirim
oleh orang tuanya ke thamta untuk meluruskan bacaanya dan tajwid di
masjid al-ahmadi. Namun karena metode pelajaran tidak sesuai yang
diberikan gurunya seperti membiasakan menghapal istilah nahwu atau fiqh
akhirnya Muhamad abduh kembali ke mahallat nasr dengan tekad tidak akan
kembali lagi belajar.
Pada tahun
1866 dalam usia 20 tahun beliau menikah dengan modal niat mau menggarap
ladang pertanian seperti halnya dengan ayahnya. Tidak lama menikah,
ayahnya memaksa beliau untuk kembali ke thamta tetap dalam perjalanan
beliau tidak ke thamta tetapi kedesa Kani Sahurin tempat tinggal Syekh
Darwish Khadr yang belajar berbagai ilmu agama di mesir. Syekh Darwish
mendorong Muhamad Abduh untuk selalu membaca, berkat dorongan Syekh
Darwish, Muhamad Abduh kembali menumbuhkan semangatnya untuk belajar dan
membaca buku.
Setelah
mengalami perubahan mental terhadap belajar, maka ia kembali ke masjid
Ahmadi di thamtha untuk belajar. Pada tahun 1866 beliau berangkat ke
Kairo untuk belajar di Al-Azhar. Metode pengajaran di Al-Azhar masih
sama dengan di masjid Al-Ahmadi yakni metode mengahapal. Kondisi
Al-Azhar ketika itu berlawanan dengan kebiasaan merupakan sesuatu
kekafiran. Membaca buku geografi, ilmu kalam dan filsafat adalah haram,
sedangkan memakai sepatu adalah bid’ah dan bertentangan dengan ajaran
Islam sebenarnya.
Situasi
dan kondisi masyarakat Muhamad Abduh beku, kaku menutup rapat-rapat
pintu ijtihad serta mengabaikan peranan akal di dalam memahami syariah
sementara di eropa khususnya kehidupan masyarakat sangat mendewakan
akal. Kondisi demikian, pada dekade selanjutnya akan berpengaruh
terhadap ke adan mesir.
Namun
pengaruh tersebut dirasakan Muhamad Abduh pada saat ia memasuki
universitas Al-Azhar sebagai suatu lembaga pendidikan formal yang
membina dan ulama-ulama terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok
yang menganut pola taqlid yang merupakan kelompok yang mayoritas dan
yang kedua, kelompok yang menganut pola tajdid dan merupakan kelompok
minoritas. Muhamad Abduh berada di kelompok minoritas yang ketika itu di
pelopori antara lain: Syekh Muhamad Al-Basyuni (ahli sastra) dan Syekh
Hasan Thawil (ahli filsafat dan logika)
B. Konsep Pendidikan Muhamad Abduh
Pembaharuan
dalam bidang pendidikan yang juga menjadi prioritas utama Muhamad Ali,
berorientasi pada pendidikan barat. Ia mendirikan berbagai macam sekolah
yang meniru sistem pendidikan dan pengajaran barat, dari pembaharuan
dalam bidang pendidikan tersebut mewariskan dua tipe pendidikan pada
abad ke 20. Tipe pertama sekolah tradisional. Tipe kedua,
sekolah-sekolah modern yang didirikan oleh pemerintah mesir oleh para
misionaris asing. Kedua tipe lembaga pendidikan tidak mempunyai hubungan
sama sekali masing-masing berdiri sendiri.
Adanya dua
tipe pendidikan tersebut juga berdampak kepada munculnya dua kelas
sosial dengan motivasi yang berbeda. Tipe yang pertama melahirkn para
ulama dam tokoh masyarakat yang mempertahankan tardisi, sedangkan tipe
sekolah kedua melahirkan kelas elit generasi muda yang mendewakan dan
menerima perkembangan dari barat tanpa melakukan filterisasi.
Muhamad
Abduh malihat terdapat segi-segi negatif dari kedua bentuk pemikiran
seehingga ia mengkritik kedua corak lembaga ini. Oleh karena itu ia
memandang bahwa jika pola fikir yang pertama tetap di pertahankan maka
akan mengakibatkan umat Islam tertinggal jauh dan semakin terdesak oleh
arus kehidupan modern. semetara pola fikir yang kedua, Muhamad Abduh
melihat bahwa pemikiran modern yang mereka serap dari barat tampa nilai
“religius” merupakan bahaya ynag mengancam sendi agama dan moral.
Dari
sinilah Muhamad Abduh melihat perlunya mengadakan perbaikan terhadap
kedua institusi itu sehingga dua pola pandidikan tersebut dan saling
menopang demi untuk mencapai suatu kemajuan serta upaya untuk
mempersempit jurang pemisah antara dua lembaga pendidikan yang kelak
akan melahirkan para generasi penerus.
C. Urgensi Ekualisasi Dalam Pendidikan
Salah satu
proyek terbesar Muhamad Abduh dalam gerakannya sebagai seorang tokoh
pembaharu sepanjang hayatnya adalah pembaharuan dalam bidang pendidikan,
dualisme pendidikan yang muncul dengan adanya institusi yang berbeda
sehigga menjadi motivasi bagi Muhamad Abduh untuk berusaha keras dua
pola pikir tersebut.
Langkah
yang di tempuh Muhamad Abduh untuk meminimalisir kesenjangan dualisme
pendidikan adalah uapaya menselaraskan, menyeimbangkan antara porsi
pelajaran agama dengan pelajaran umum. Hal ini di lakukan untuk
memasukan ilmu-ilmu umum kedalam kurikulum sekolah agama dan memasukan
pendidikan agama kedalam kurikulum modern yang didirikan pemerintah
sebagai sarana untuk mendidik tenaga-tenaga administrasi, militer,
kesehatan, perindustrian. Atas usaha Muhamad Abduh tersebut maka
didirikan suatu lembaga yakni “majlis pendidikan tinggi”.
untuk
mengejar ketertinggalan dan memperkecil dualisme pandidikan Muhamad
Abduh mempunyai beberapa langkah untuk memberdayakan sistem Islam antara
lain yaitu:
1. Rekonstruksi Tujuan Pendidikan Islam
Untuk
memberdayakan sistem pendidkan Islam, Muhamad Abduh menetapkan tujuan,
pendididkan islal yang di rumuskan sendiri yakni: Mendidik jiwa dan akal
serta menyampaikannya kepada batas-batas kemungkinan seseorang dapat
mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat.
Pendidikan
akal ditujuka sebagai alat untuk menanamkan kebiasaan berpikir dan
dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk. Dengan menanamkan
kebiasaan berpikir, Muhamad Abduh berharap kebekuan intelektual yang
melanda kaum muslimin saat itu dapat dicairkan dan dengan pendidikan
spiritual diharapkan dapat melahirkan generasi yang tidak hanya mampu
berpikir kritis, juga memiliki akhlak mulia dan jiwa yang bersih.
Dalam
karya teologisnya yang monumental Muhamad Abduh menselaraskan antara
akal dan agama. Beliau berpandangan bahwa al-Qur’an yang diturunkan
dengan pelantara lisan nabi di utus oleh tuhan. Oleh karena itu sudah
merupakan ketetapan di kalangan kaum muslimin kecuali orang yang tidak
percaya terhadap akal kecuali bahwa sebagian dari ketentuan agama tidak
mungkin dapat meyakini kecuali dengan akal.
2. Menggagas Kurikulum Pendidikan Islam Yang Integral
Sistem
pendidikan yang di perjuangkan oleh Muhamad Abduh adalah sistem
pendidikan fungsional yang bukan impor yang mencakup pendidikan
universal bagi semua anak, laki-laki maupun perempuan. Semua harus
memiliki kemampuan dasar seperti membaca, manulis, dan menghitung.
disamping itu, semua harus mendapatkan pendidikan agama.
Bagi
sekolah menengah, diberikan mata pelajaran syari’at, kemiliteran,
kedokteran, serta pelajaran tentang ilmu pemerintah bagi siswa yang
berminat terjun dan bekerja di pemerintahan. Kurikulum harus meliputi
antara lain, buku pengantar pengetahuan, seni logika, prinsip penalaran
dan tata cara berdebat.
Untuk
pendidikan yang lebih tinggi yaitu untuk orientasi guru dan kepala
sekolah, maka ia mengggunakan kurikulum yang lebih lengkap yang mencakup
antara lain tafsir al-quran, ilmu bahasa, ilmu hadis, studi moralitas,
prinsif-prinsif fiqh, histogarfi, seni berbicara.
Kurikulum
tersebut di atas merupakan gambaran umum dari kurikulum yang di berikan
pada setiap jenjang pendidikan. Dari beberapa kurikulum yang dicetuskan
Muhamad Abduh, ia menghendaki bahwa dengan kurikulum tersebut diharapkan
akan melahirkan beberapa kelompok masyarakat seperti kelompok awam dan
kelompok masyarakat golongan pejabat pemerintah dan militer serta
kelompok masyarakat golongan pendidik. Dengan kurikulum yang demikian
Muhamad Abduh mencoba menghilangkan jarak dualisme dalam pendidikan.
Adapun usaha Muhamad Abduh menggajukan Universitas Al-Azhar antara lain:
- Memasukan ilmu-ilmu modern yang berkembang di eropa kedalam al-azhar.
- Mengubah sistgem pendidikan dari mulai mempelajari ilmu dengan sistem hafalan menjadi sistem pemahaman dan penalaran.
- Menghidupkan metode munazaroh (discution) sebelum mengarah ke taqlid
- Membuat peraturan-peraturan tentang pembelajaran seperti larangan membaca hasyiyah (komentar-komentar) dan syarh (penjelasan panjang lebar tentang teks pembelajaran) kepada mahasiswa untuk empat tahun pertama.
- Masa belajar di perpanjang dan memperpendek masa liburan.
Dari
beberapa usaha yang dilakukan oleh Muhamad Abduh, meskipun belum sempat
ia aplikasikan sepenuhnya secara temporal. Telah memberikan pengaruh
positif terhadap lembaga pendididkan Islam. Usaha Muhamad Abduh kurang
begitu lancar disebabkan mendapat tantangan dari kalangan ulama yang
kuat berpegang pada tradisi lama teguh dalam mempertahankanya.
DAFTAR PUSTAKA
Suwito dan Fauzan.2003 sejarah. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan. Bandung: Angkasa
Abdurachman Asseqaf Suyadi.2002. Pendidikan Islam mazhab kritis. Yogyakarata: Gama Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar