A. Tentang Pengetahuan
Salah
satu pemikiran Locke yang paling berpengaruh di dalam sejarah filsafat adalah
mengenai proses manusia mendapatkan pengetahuan. Ia berupaya menjelaskan
bagaimana proses manusia mendapatkan pengetahuannya. Menurut
Locke, seluruh pengetahuan bersumber
dari pengalaman manusia. Posisi ini adalah posisi empirisme yang menolak pendapat
kaum rasionalis
yang mengatakan sumber pengetahuan manusia yang terutama berasal dari rasio
atau pikiran manusia. Meskipun demikian, rasio atau pikiran berperan juga di
dalam proses manusia memperoleh pengetahuan. Dengan demikian, Locke berpendapat
bahwa sebelum seorang manusia mengalami sesuatu, pikiran atau rasio manusia itu
belum berfungsi atau masih kosong. Situasi tersebut diibaratkan Locke seperti
sebuah kertas putih (tabula rasa) yang kemudian
mendapatkan isinya dari pengalaman yang dijalani oleh manusia itu. Rasio
manusia hanya berfungsi untuk mengolah pengalaman-pengalaman manusia menjadi
pengetahuan sehingga sumber utama pengetahuan menurut Locke adalah pengalaman.
Ragam Pengalaman
Manusia
Lebih
lanjut, Locke menyatakan ada dua macam pengalaman manusia, yakni pengalaman
lahiriah (sense atau eksternal sensation) dan pengalaman
batiniah (internal sense atau reflection). Pengalaman
lahiriah adalah pengalaman yang menangkap aktivitas indrawi yaitu segala
aktivitas material yang berhubungan dengan panca indra manusia. Kemudian
pengalaman batiniah terjadi ketika manusia memiliki kesadaran terhadap
aktivitasnya sendiri dengan cara 'mengingat', 'menghendaki', 'meyakini', dan
sebagainya. Kedua bentuk pengalaman manusia inilah yang akan membentuk
pengetahuan melalui proses selanjutnya.
Proses
Manusia Mendapatkan Pengetahuan
Dari
perpaduan dua bentuk pengalaman manusia, pengalaman lahiriah dan pengalaman
batiniah, diperoleh apa yang Locke sebut 'pandangan-pandangan sederhana' (simple
ideas) yang berfungsi sebagai data-data empiris. Ada empat jenis
pandangan sederhana:
·
Pandangan yang hanya diterima oleh
satu indra manusia saja. Misalnya, warna diterima oleh mata, dan bunyi diterima oleh telinga.
·
Pandangan yang diterima oleh
beberapa indra, misalnya saja ruang dan gerak.
·
Pandangan yang dihasilkan oleh
refleksi kesadaran manusia, misalnya ingatan.
·
Pandangan yang menyertai saat-saat
terjadinya proses penerimaan dan refleksi. Misalnya, rasa tertarik, rasa heran,
dan waktu.
Di dalam
proses terbentuknya pandangan-pandangan sederhana ini, rasio atau pikiran
manusia bersifat pasif atau belum berfungsi. Setelah pandangan-pandangan
sederhana ini tersedia, baru rasio atau pikiran bekerja membentuk
'pandangan-pandangan kompleks' (complex ideas). Rasio bekerja membentuk
pandangan kompleks dengan cara membandingkan, mengabstraksi, dan
menghubung-hubungkan pandangan-pandangan sederhana tersebut. Ada tiga jenis pandangan kompleks yang
terbentuk:
1.
Substansi atau
sesuatu yang berdiri sendiri, misalnya pengetahuan tentang manusia atau
tumbuhan.
2.
Modi (cara
mengada suatu hal) atau pandangan kompleks yang keberadaannya bergantung kepada
substansi. Misalnya, siang adalah modus dari hari.
3.
Hubungan sebab-akibat
(kausalitas). Misalnya saja, pandangan kausalitas dalam pernyataan: "air
mendidih karena dipanaskan hingga suhu 100° Celcius".
B.
Tentang
Negara
Pandangan
Locke tentang negara terdapat di dalam bukunya yang berjudul "Dua Tulisan
tentang Pemerintahan" (Two Treatises of Civil Government). Ia
menjelaskan pandangannya itu dengan menganalisis tahap-tahap perkembangan
masyarakat. Locke membagi perkembangan masyarakat menjadi tiga,
yakni keadaan alamiah (the state of nature), keadaan perang
(the state of war), dan negara (commonwealth).
Tahap
Keadaan Alamiah
Keadaan
alamiah adalah tahap pertama dari perkembangan masyarakat. Konsep
Locke ini serupa dengan pemikiran Hobbes namun bila Hobbes menyatakan keadaan
alamiah sebagai keadaan "perang semua lawan semua", maka Locke
berbeda. Menurut Locke, keadaan alamiah sebuah masyarakat manusia
adalah situasi harmonis, di mana semua manusia memiliki kebebasan dan kesamaan
hak yang sama.
Dalam
keadaan ini, setiap manusia bebas menentukan dirinya dan menggunakan apa yang
dimilikinya tanpa bergantung kepada kehendak orang lain. Meskipun
masing-masing orang bebas terhadap sesamanya, namun tidak terjadi kekacauan
karena masing-masing orang hidup berdasarkan ketentuan hukum kodrat yang
diberikan oleh Tuhan. Yang dimaksud hukum kodrat dari Tuhan menurut
Locke adalah larangan untuk merusak dan memusnahkan kehidupan, kebebasan, dan
harta milik orang lain. Dengan demikian, Locke menyebut ada hak-hak
dasariah yang terikat di dalam kodrat setiap manusia dan merupakan pemberian
Allah. Konsep ini serupa
dengan konsep Hak Asasi Manusia (HAM) di dalam masyarakat modern.
Tahap
Keadaan Perang
Tahap kedua
adalah keadaan perang. Locke menyebutkan bahwa ketika keadaan
alamiah telah mengenal hubungan-hubungan sosial maka situasi harmoni mulai
berubah. Penyebab utamanya
adalah terciptanya uang. Dengan uang, manusia dapat mengumpulkan
kekayaan secara berlebihan, sedangkan di dalam keadaan alamiah tidak ada
perbedaan kekayaan yang mencolok karena setiap orang mengumpulkan secukupnya
untuk konsumsi masing-masing. Ketidaksamaan harta kekayaan membuat manusia
mengenal status tuan-budak, majikan-pembantu, dan status-status yang hierarkis
lainnya.
Untuk
mempertahankan harta miliknya, manusia menjadi iri, saling bermusuhan, dan
bersaing. Masing-masing orang
menjadi hakim dan mempertahankan miliknya sendiri. Keadaan alamiah yang harmonis dan penuh damai
tersebut kemudian berubah menjadi keadaan perang yang ditandai dengan
permusuhan, kedengkian, kekerasan, dan saling menghancurkan. Situasi seperti ini berpotensi memusnahkan
kehidupan manusia jika tidak ada jalan keluar dari keadaan perang.
Tahap Terbentuknya
Negara
Locke
menyatakan bahwa untuk menciptakan jalan keluar dari keadaan perang sambil menjamin
milik pribadi, maka masyarakat sepakat untuk mengadakan "perjanjian
asal". Inilah saat lahirnya negara persemakmuran (commonwealth).
Dengan demikian, tujuan berdirinya negara bukanlah untuk menciptakan
kesamarataan setiap orang, melainkan untuk menjamin dan melindungi milik
pribadi setiap warga negara yang mengadakan perjanjian tersebut.
Di dalam
perjanjian tersebut, masyarakat memberikan dua kekuasaan penting yang mereka
miliki di dalam keadaan alamiah kepada negara. Kedua kuasa tersebut
adalah hak untuk menentukan bagaimana setiap manusia mempertahankan diri, dan
hak untuk menghukum setiap pelanggar hukum kodrat yang berasal dari Tuhan.
Ajaran Locke ini menimbulkan dua konsekuensi:
1.
Kekuasaan negara pada dasarnya
adalah terbatas dan tidak mutlak sebab kekuasaannya berasal dari warga
masyarakat yang mendirikannya. Jadi, negara hanya dapat bertindak dalam
batas-batas yang ditetapkan masyarakat terhadapnya.
2.
Tujuan pembentukan negara adalah
untuk menjamin hak-hak asasi warga, terutama hak warga atas harta miliknya.
Untuk tujuan inilah, warga bersedia melepaskan kebebasan mereka dalam keadaan
alamiah yang diancam bahaya perang untuk bersatu di dalam negara.
Dengan
demikian, Locke menentang pandangan Hobbes tentang kekuasaan negara yang
absolut dan mengatasi semua warga negara.
Pembatasan
Kekuasaan Negara
Negara di
dalam pandangan Locke dibatasi oleh warga masyarakat yang merupakan pembuatnya.
Untuk itu, sistem negara perlu
dibangun dengan adanya pembatasan kekuasaan negara, dan bentuk pembatasan
kekuasaan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama
adalah dengan membentuk konstitusi atau Undang-Undang Dasar yang ditentukan
oleh Parlemen berdasarkan prinsip mayoritas. Cara kedua
adalah adanya pembagian kekuasaan dalam tiga unsur: legistlatif, eksekutif, dan
federatif. Unsur legislatif adalah kekuasaan untuk membuat
undang-undang dan merupakan kekuasaan tertinggi. Kekuasaan ini dijalankan oleh Parlemen yang
mewakili golongan kaya dan kaum bangsawan sebab mereka, dengan kekayaannya,
paling banyak menyumbangkan sesuatu kepada negara. Dalam membuat undang-undang, kekuasaan
legislatif terikat kepada tuntutan hukum alam yaitu keharusan menghormati
hak-hak dasar manusia. Unsur eksekutif adalah pemerintah yang
melaksanakan undang-undang, yaitu raja dan para bawahannya. Terakhir. Unsur federatif
adalah kekuasaan yang mengatur masalah-masalah bilateral, seperti mengadakan perjanjian
damai, kesepakatan kerja sama, atau menyatakan perang. Menurut Locke, kekuasaan federatif dapat
dipegang oleh pihak eksekutif, di mana dalam keadaan darurat pihak eksekutif
dapat mengambil tindakan yang melampaui wewenang hukum yang dimilikinya.
Di dalam
sistem kenegaraan Locke di atas, tetap ada kemungkinan penyalahgunaan wewenang
oleh pihak-pihak yang berkuasa atas rakyat. Oleh karena itu, menurut
Locke, rakyat memiliki hak untuk mengadakan perlawanan dan menyingkirkan pihak
eksekutif dengan kekerasan bila mereka telah bertindak di luar wewenang mereka.
Di sini, rakyat merebut kembali hak yang telah mereka berikan.
Hubungan
Agama dan negara
Pandangan
Locke lain yang penting dan masih berhubungan dengan konsep negara adalah
mengenai hubungan antara agama dan negara. Pemikiran Locke mengenai
hal ini terdapat di dalam tulisannya yang berjudul 'Surat-Surat Mengenai
Toleransi' (Letters of Toleration). Locke menyatakan bahwa perlu ada
pemisahan tegas antara urusan agama dan urusan negara sebab tujuan
masing-masing sudah berbeda. Negara tidak boleh menganut agama
apapun, apalagi jika membatasi atau meniadakan suatu agama.
Tujuan
negara adalah melindungi hak-hak dasar warganya di dunia ini sedangkan tujuan
agama adalah mengusahakan keselamatan jiwa manusia untuk kehidupan abadi di
akhirat kelak setelah kematian. Jadi, negara berfungsi untuk memelihara
kehidupan di dunia sekarang, sedangkan agama berfungsi untuk menjalankan ibadah
kepada Tuhan dan mencapai kehidupan kekal. Agama adalah urusan
pribadi, berbeda dengan negara yang merupakan urusan masyarakat umum. Pemisahan
antara keduanya haruslah ditegaskan, dan masing-masing tidak boleh mencampuri
urusan yang lain. Negara tidak boleh mencampuri urusan keyakinan
religius manusia, sedangkan agama tidak boleh melakukan sesuatu yang dapat
menghalangi atau menggagalkan pelaksanaan tujuan negara. Bila negara
hendak menghalangi kebebasan beragama dari warganya, maka rakyat berhak untuk
melawan.
C. Tentang agama
Pandangan
Locke mengenai agama bersifat deistik. Ia menganggap agama Kristen
adalah agama yang paling masuk akal dibandingkan agama-agama lain, karena
ajaran-ajaran Kristen dapat dibuktikan oleh akal manusia. Pengertian
tentang Allah juga disusun oleh pembuktian-pembuktian.
Locke
berangkat dari kenyataan bahwa manusia adalah makhluk berakal budi, sehingga
pastilah disebabkan karena adanya 'Tokoh Pencipta' yang mutlak dan maha kuasa,
yaitu Allah. Ia meyakini bahwa Alkitab ditulis oleh ilham Ilahi,
namun ia juga menyatakan bahwa setiap wahyu Ilahi haruslah diuji oleh rasio
manusia.
Sumber : http://nuryandi-cakrawalailmupengetahuan.blogspot.com/2012/10/pemikiran-john-locke.html#ixzz2Ju9AkhoZ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar